Secara lingual, seperti senar bas dalam Gitar Bahasa Indonèsia yang baku, terdapat beberapa kata yang mana antara apa yang dituliskan dengan apa yang diucapkan ada bèda, kalau dibandingkan dengan kata-kata yang lainnya.
As lingualy, like a snare bass in a static Indonèsian Language's Guitar, there are a few words which there are some different things between what it been wrote and what it ussualy to being speaking, if comparing with another words.
Mungkin tiada menjadi masalah mendasar bagi merèka yang telah terbiasa menggubahkannya sakaligus menggunakannya secara bersama-sama membentuk pemahaman-pemahaman yang sama (meskipun bunyinya seharusnya berbèda) dalam aktivitas komunikasi sehari-hari dalam bahasa tertulis.
May be nothing be a basical problem for them who were necesary arrange it in the same time to build the same meanings (although the voice should difference) in communication's activity in wroten language.
Namun bagi yang lagi kritis, hal termaksud terasakan sebagai ganjalan dalam berkomunikasi. Contoh sederhana dari hal termaksud, misalnya tulisan kata-kata; 'tidak' (dibaca: 'tida', tanpa membunyikan huruf 'k' setelah huruf 'a'), dan 'tahu' (dibaca: 'tau', tanpa membunyikan huruf 'h'nya).
But for them who in critical condition, this mean thing being feeling as a trouble in built communicate. A simple example from the mean thing, a writing words; 'tidak' (speak read: 'tida', without voicing the leter of 'k' after the leter of 'a'), and 'tahu' (read: 'tau', without sounding its 'h' leter).
Selayaknya senar, hal ini, memburu alat petikan vèrsi pengamatan penulis, adalah akibat terbiasanya terpelajari dan terterapkan ÈYD (Èjaan yang Disempurnakan) secara dogmatis dalam setiap zaman keberlakuan.
As well as snare, this thing, hunting the collect's tool in the writen observe's version, were the result from being customizing learning and aplicate ÈYD (perfected reading-writing rules) dogmaticaly in every unexpiring moment.
Apalagi sebagaimana senar bas, yang mana sering ditemukan kalimat-kalimat yang memakai kata 'berbasiskan', sementara basis yang digunakan dalam penggubahan kalimat-kalimat, seringkali tersangkut pada stèman yang kurang pas. Apakah diperlukan penjajakan ulang bagi penggubahan terhadap penggunaan beberapa kata tertulis dalam Bahasa Indonèsia?.
Morely as a basses snare, which often being found sentences using word 'berbasiskan', when the bassist which be used in sentences arrangement, is often has trouble to the unacurate steam. Is the referendum needing for the arrangement to the practical a few writing words of Indonesian Language's?.
Kalau penjajakan ulang disepakati, tentu memerlukan tahapan-tahapan yang melibatkan koordinasi dengan berbagai pihak perumus serta pengguna bahasa tertulis, apalagi di tengah-tengah dunia digitalisasi saat ini (2018): fasilitas terjemahan, perubahan kata secara otomatis dalam pengetikan, serta tulisan-tulisan yang lagi telah dikonsèp, maupun dièdit, lirik-lirik lagu, juga konsèp-konsèp pembelajaran kepada anak-anak usia Pra-Sekolah dan Sekolah Dasar, mengalami prosès perubahan yang mana pilihannya adalah; mau perubahan secara cepat sebagai rèvolusi bahasa tertulis, atau bolèh perubahan secara lambat sebagai èvolusi bahasa tertulis?.
If referendum be agreed, of course needing phases which adding and fixing coordination with any formulate partitions and the user of writing language, even in this middle digital world todays year (2018): translate facility, automatical words changer in typing, and writings which in during process of concepting nor editing, song's lyrics, and also concepts of learning to the children in the age pre-school, and elementary school, has a changing process which the options are; wanted the fast changing as revolution of writing's language, or may be slow changing as evolution og writing's language?.
Keduanya, terutama yang ke-2, menurut pikiran penulis, kalau tida optimal, akan membuat pengguna bahasa tertulis akan semakin tertinggal secara waktu, yang mana bahasa-bahasa nasional bangsa-bangsa lain telah mengalami mètamorfologi lambang bunyi mendekati sempurna, sementara kita masih berkutat dengan konsèp-konsèp mengenai prosedur penggubahan tata tulis bunyi kata.
Both of them, primarily the 2nd ones, according the writing's mind, if unoptimaly, will make the user of writing language got a lating time, which another national language of another nation ever had and did a nearest perfectly metamorfology of symbolical voice, while we are still bussy with the concepts about procedure to arrange rule writing word of voice.
Namun apabila diabaikan dan menjalani saja sebagaimana adanya yang telah dibakukan, menurut pikiran penulis: hal itu sama dengan mengetaui suatu ketidasesuaian namun secara sengaja mengabaikannya. Maka pertanyaan penulis: apa gunanya berpendidikan formal apabila terhadap hal ini bersikap apatis?.
But if be obey and take it as it was in rule, according the writing's mind: that is equal with knowing an unacurate but ignore it. That's why the writing's ask: what the use has any formaly education if apathical to this thing?.
Kalau mèmang ada kendala dalam upaya menggubah kata-kata 'bermasalah dengan lambang bunyi' tersebut, penulis tida menafikan, sebab sebagaimana sifat dari suatu kontrak sosial (menurut pemahaman penulis: bahasa adalah kesepakatan pemahaman di antara para penggunanya) perlu mempunyai fleksibilitas.
If true there were some trouble to effort the arrange that words "with symbolical voices problem", the writing is does not deny, 'cause as the social contract (as the writing's understanding: the language is an understanding's dealt between its users) its needing to has flexibility.
Namun kendala-kendala termaksud dapat dikomunikasikan, yang mana apabila kalau telah dapat dibicarakan, barulah dapat disepakati ulang penulisannya.
But the troubles mean thing could being communication, and if after get being spoke, that time the referendum of writing could begun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar